Pancasila merupakan dasar bangsa yang telah dirumuskan oleh para founding fathers dengan segala pertimbangan yang matang serta berbagai dinamika di dalam penyusunannya. Founding fathers adalah julukan bagi 68 orang tokoh Indonesia dari penjajahan bangsa asing dan berperan dalam perumusan bentuk atau format negara yang akan dikelola setelah kemerdekaan. Mereka berasal dari berbagai macam latar pendidikan, agama, daerah, dan suku/etnis.
Dari perbedaan-perbedan latar belakang tersebut, maka tak bisa dipungkiri itu memicu timbulnya perselisihan pendapat dalam merumuskan dasar negara. Salah satu latar belakang yang mempengaruhi saat itu dan menonjol di kalangan mereka adalah tentang agama. Sebut saja KH. Agus Salim, salah satu tokoh Islam yang berpendapat bahwa negara ini harus berdasar pada Al-Qur’an dan Hadis serta masih banyak lagi usulan-usulan dari tokoh lain mengenai dasar negara ini. Namun sampailah pada kesepakatan bahwa dasar negara ini adalah pancasila yang terdapat 5 sila didalamnya yang sampai saat ini masih bertahan dan kokoh.
Pancasila menurut bung karno adalah nilai-nilai terdalam bangsa ini jika kita gali secara mendalam. Maka pernyataan itu tak bisa dipungkiri ada benarnya juga, karena memang jika kita amati watak dan kepribadian bangsa Indonesia secara umum adalah sesuai dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Namun jikalau kita coba cermati kembali apalagi di era dewasa ini, maka sebenarnya pancasila justru lebih secara khusus mencerminkan tentang nilai-nilai islami di dalamnya. Mengapa seperti itu? Jawabannya adalah karena dari segi nama dan makna semua sila dalam pancasila sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai islam.
Sila pertama, yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” bermakna bahwa tuhan itu esa. Dan ini memang dapat diklaim oleh agama-agama lain karena pada era dewasa ini semua agama mengaku berpaham monoteisme. Namun dalam sila ini yang benar-benar menunjukkan nilai islaminya yaitu terdapat pada kata “Maha”. Karena kata “Maha” adalah bermakna mutlak, artinya bahwa yang dimaksud dengan “Maha Esa” dalam sila ini adalah mutlak tunggal. Sedangkan agama-agama lain berpaham monoteisme tetapi ada semacam sekutu ataupun cabang dalam keyakinan bertuhan mereka, seperti trinitas dalam kristen, kedewaan dalam budha, dll.Sila kedua kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kata “adil” dan “beradab” (asal kata: “adab” yang mendapat imbuhan “ber”) meskipun sudah menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia, namun dua kata tersebut berasal dari islam karena tidak ada lagi dua kata tersebut di dalam agama lain selain di dalam islam sendiri. Adab merupakan perkara penting dalam islam sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Roudhotu Al-Tholibin wa ‘Umdatu As-Salikin bahwa “Barangsiapa yang tidak beradab maka sesungguhnya ia tidak mengamalkan syari’ah (dengan sempurna), tidak beriman (dengan sempurna), dan tauhidnya (tidak sempurna). Meninggalkan adab berarti tertolak oleh Allah Swt. Maka barangsiapa adabnya buruk, maka ia tertolak dari pintu kebenaran”. Artinya sila kedua ini memang memandang bahwa nilai dalam pancasila harus mengacu kepada perbuatan adil dan beradab sebagaimana makna adil dan beradab di dalam islam.
Kemudian sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia”, makna sila ini yaitu kita sebagai rakyat Indonesia harus bersatu, artinya tidak ada permusuhan, dan perselisihan. Jadilah seperti saudara yang saling akur dalam kehidupan. Jika kita kaitkan dengan islam adalah berkaitan dengan konsep ukhuwah/persaudaraan yang mengajarkan persatuan diantara umat muslim sebagaimana terdapat dalam firman Allah Swt. QS. Al-Hujurat ayat 10 yang berbunyi “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Sila keempat dengan bunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, yang dalam hal ini ada beberapa yang memaknai dengan wujud demokrasi. Namun terlepas dari itu, maka kata “musyaw arah” dalam sila tersebut merupakan ajaran dalam islam tentang konsep pengambilan keputusan bersama. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah Swt. QS. As-Syura ayat 38 yang berbunyi “Dan bagi orang-orang yang menerima(mematuhi) seruan dari Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka.”
Dan sila terakhir yang berbunyi “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” dengan kembali menggunakan kata “adil” di dalamnya, mengajarkan adil yang dalam islam sendiri merupakan perintah langsung dari Allah Swt. sebagaimana tersebut dalam QS. An-Nisa yang berbunyi “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan Adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Pernyataan sangat tepat sesuai apa yang dikatakan oleh direktur-pendiri INSIST yang sekaligus Wakil Rektor Universitas Darussalam Gontor Ponorogo, yaitu Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi bahwa “Pancasila itu ya islam banget”. Karena sebagaimana penjelasan diatas bahwa memang nilai-nilai islam sangat jelas tersirat dan tersurat dalam sila yang lima itu. Maka jika ada yang mengatakan bahwa pancasila itu tidak islami, itu merupakan pernyataan yang terlalu gegabah tanpa coba mendalami sejarah, makna, dan nilai-nilai pancasila.
Komentar
Posting Komentar